BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
MASALAH
Dasar hukum awal umat muslim dalam bermuamalah adalah
boleh sampai ada dalil yang mengharamkan. Berdasarkan pernyataan tersebut maka
sesungguhnya semua jenis kegiatan muamalah sebenarnya boleh dilakukan, tetapi
bila ada dalil yang menyatakan suatu perbuatan tersebut haram, maka berlakulah
hukumnya haram bagi perbuatan tersebut.
Demikian halnya hukum yang berlaku pada kegiatan jual
beli, sebagaimana telah dijelaskan dalam surat Al-Baqarah 275 dan hadis-hadis
terkait bahwa Allah SWT secara tegas telah membedakan antara hukum riba dan
jual beli. Allah mengharamkan riba dan menghalalkan jual beli.
Dalam kenyataannya, praktik jual beli yang
dilakukan masyarakat sangatlah bervariasi salah satunya jual beli kredit
diantaranya (bai’ bittaqshid), jual beli dengan tempo/ penangguahan (bai’li
ajal) dan jual beli dengan pesanan (bai’ as salam). Sistem jual beli
ini mulai diminati banyak kalangan, karena rata-rata manusia itu kalangan
menengah ke bawah, yang mana kadang-kadang mereka terdesak untuk membeli barang
tertentu yang tidak bisa dia beli dengan kontan, maka kredit dan tempo adalah
pilihan yang mungkin dirasa tepat.
Oleh karena itu, penulis merasa tertarik dengan
pembahasan mengenai bai’ bittaqshid, bai’ li ajal
dan bai’ al-salam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Bai’ Bittaqshid
Bai’ bittaqshid berasal dari dua kata bai’ dan bittaqshid. Bai’
berasal dari bahasa arab yang diambil dari kata باَعَ
– يَبِيْعُ – بَيْعً yang artinya menjual, lawan dari kata اشْتَرِي yang artinya membeli.[1] Bai’ dapat pula diartikan مُقَابَلَةُالشَّيءبِاالشَّىءِ “pertukaran sesuatu dengan sesuatu”[2]. Bai’
bittaqshid disebut pula
dengan jual beli kredit. Sulaiman bin Turki mendefinisikan jual beli kredit :
عقد على مبيع حال : بثمن مؤجل, يؤدَى مفرقاً على اجزاء معلومة , في اوقات
معلومة
Artinya : “ jual
beli dimana barang dieserahterimakan terlebih dahulu, sementara pembayaran
dilakukan beberapa waktu kemudian berdasarkan kesepakatan”[3]
Jadi, jual beli dengan sistem kredit adalah jual beli
yang dilakukan tidak secara kontan dimana pembeli sudah menerima barang sebagai
objek jual beli, namun belum membayar harga sedangkan pembayaran dilakukan
secara angsur sesuai dengan kesepakatan.
Hadis tentang jual beli kredit/ bai’ bittaqshid diantaranya
:
1.
Hadis Riwayat ‘Aisyah r.a
حَدَّ ثَنَا يُوْسُفُ بْنُ عِيْسَى حَدَّثَنَا اَبُوْ مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا
الاَعْمَشُ عَنْ اِبْرَاهِيْمَ عَنْ اْلاَسْوَدِعَنْ عَائِشَةَ رضي الله عَنْهَا
قَالَتْ اشْتَرَى رَسُوْلُ الله صلّى الله عليه وسلّم مِنْ يَهُوْدِيٍّ طَعَا مًا
بِنَسِيئةٍ وَرَهَنَهُ دِرْعَهُز
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin ‘isa telah
menceritakan kepada kami Al A’masy dari Ibrahim dari Al Aswad dari Aisyah r.a
berkata : Rasulullah SAW membeli makanan dari orang Yahudi secara angsuran
dan menjaminnya dengan menggadaikan baju besi beliau.”(HR. Bukhari No.
1954)[4]
2.
Hadis Riwayat Abu Hurairah r.a mengenai larangan dua akad dalam satu jual
beli
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي
بَيْعَةٍوَفِي الْبَاب عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو وَابْنِ عُمَرَ وَابْنِ
مَسْعُودٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ وَقَدْ فَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ
الْعِلْمِ قَالُوا بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ أَنْ يَقُولَ أَبِيعُكَ هَذَا
الثَّوْبَ بِنَقْدٍ بِعَشَرَةٍ وَبِنَسِيئَةٍ بِعِشْرِينَ وَلَا يُفَارِقُهُ عَلَى
أَحَدِ الْبَيْعَيْنِ فَإِذَا فَارَقَهُ عَلَى أَحَدِهِمَا فَلَا بَأْسَ إِذَا
كَانَتْ الْعُقْدَةُ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمَا قَالَ الشَّافِعِيُّ وَمِنْ مَعْنَى
نَهْيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي
بَيْعَةٍ أَنْ يَقُولَ أَبِيعَكَ دَارِي هَذِهِ بِكَذَا عَلَى أَنْ تَبِيعَنِي
غُلَامَكَ بِكَذَا فَإِذَا وَجَبَ لِي غُلَامُكَ وَجَبَتْ لَكَ دَارِي وَهَذَا
يُفَارِقُ عَنْ بَيْعٍ بِغَيْرِ ثَمَنٍ مَعْلُومٍ وَلَا يَدْرِي كُلُّ وَاحِدٍ
مِنْهُمَا عَلَى مَا وَقَعَتْ عَلَيْهِ صَفْقَتُهُ
Artinya : “Telah
menceritakan kepada kami Hannad telah mencaritakan kepada kami Abdah bin
Sulaiman dari Muhammad bin Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata :
”Rasulullah SAW melarang melakukan dua penjualan dalam satu kali transaksi. Dalam
hal ini ada Hadis serupa dari Abdullah bin Amru, Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud. Abu
Isa berkata : Hadis Abu Hurairah adalah hadis Hasan Shahih dan menjadi pedoman
amal bagi para ulama. Sebagian ulama menafsirkan hadis ini, mereka mengatakan
maksud dua penjualan dalam satu transaksi adalah perkataan seseorang aku
menjual pakaian ini kepadamu dengan tunai seharga sepuluh dan dengan kredit
seharga dua puluh tanpa memisahkannya atas salah satu dari dua transaksi. Jika
ia memisahkannya atas salah satu dari kedua transaksi tersebut maka tidak
apa-apa selama akadnya jatuh kepada salah satunya. As Syafi’i berkata :larangan
dari dua transaksi adalah perkataan seseorang aku menjual rumahku kepadamu
dengan harga sekian dengan syarat kamu menjual budakmu kepadaku dengan harga
sekian. Jika budakmu sudah menjadi milikku berarti rumahku juga menjadi
milikmu, tata cara jual beli seperti ini berbeda dengan tata cara jual beli
barang yang tidak diketahui harganya dan salah satu dari keduanya (penjual dan
pembeli) tidak mengetahui transaksi yang ia tujukan. (HR.Tirmizi No.1152)[5]
Terdapat perbedaan
pendapat diantara para ulama mengenai hukum jual beli secara kredit, ada
sebagian ulama yang membolehkan dan ada yang melarangnya. Ulama yang
membolehkan jual beli kredit adalah jumhur ulama, termasuk ulama empat mazhab,
ulama salaf, dan ulama kontemporer.[6] Jumhur
ulama yang memperbolehkan jual beli kredit berhujjah dengan ayat, hadis dan
kaidah fiqhiyah:
1.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah 275, An-Nisa 29 dan
Al-Baqarah 282.
... وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ
ٱلرِّبَوٰاْۚ)...٢٧٥(
Artinya :”...padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS. AL Baqarah 275)
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ
إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٖ مِّنكُمۡۚ ... ٢٩
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu...”(QS : An Nisa 59)
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى
فَٱكۡتُبُوهُۚ... )٢٨٢(
Artinya : ”Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. ... “(QS: Al Baqarah 282)
2.
Hadis Riwayat Aisyah ra.
عَنْ عَائِيْشَة- رضى الله عنها – قَالَتْ جَاءَتْ بَرِيْرَةُ فَقَالَتْ
اِنِّى كَاتَبْتُ اَهْلِيَ عَلَى تِسْعِ اَوَاقٍ,فَى كُلِّ عَامٍ اُوقِيَّةٌ,
فَاَعِيْنِيْنِي
Artinya :”Dari Aisyah ra. berkata
:”Burairah menebus dirinya dari majikannya dengan membayar sembilan setiap
tahun, dan ini merupakan pembayaran secara kredit.”[7]
3.
Berhujjah pada kaidah fiqhiyah yang menyatakan bahwa “pada
dasarnya hukum mu’amalah adalah halal, kecuali ada dalil yang melarangnya”. Tidak
ada dalil yang mengharamkan jual beli kredit maka berarti jual beli ini halal.
Ulama yang tidak membolehkan jual beli kredit antara lain
Zainal Abidin bin Ali bin Husen, Nashir, Manshur, Imam Yahya, dan Abu Bakar
Al-Jashash dari kalangan hanafiyah serta kelompok ulama kontemporer, mereka
berargumen dengan dasar :
1.
Firman Allah Surat Al Baqarah 275. Allah mengharamkan
riba termasuk tambahan harga karena pembayaran sebagai pengganti penundaan
pembayaran.
2.
Hadis Riwayat Abu Hurairah ra diatas (HR. Tirmizi
No.1152).
3.
Dalil Aqliyah, pengambilan tambahan harga dalam transaksi
jual beli sama dengan pembayaran tambahan dalam qiradh yang diharamkan.
4.
Larangan jual beli dengan dua harga dalam satu pembelian
yaitu cash dan kredit.[8]
Syarat
jual beli kredit antara lain :
1.
Jual beli kredit jangan sampai mengarah ke riba
2.
Pebjual merupakan pemilik sempurna barang yang dijual
3.
Barang diserahkan kepada pembeli oleh seorang penjual.
4.
Hendaknya barang dan harga bukanlah jenis yang
nenubgjibkab terjadinya riba nasiah.
5.
Harga dalam jual beli kredit merupakan hutang (tidak
dibayarkan secara kontan).
6.
Barang yang
diperjual belikan diserahkan secara langsung
7.
Waktu pembayaran jelas, sesuai kesepakatan
8.
Hendaknya dibayarkan secara langsung[9]
B. Bai’ li Ajal
Bai’ li ajal (jual beli
tempo), yaitu jual beli dimana harga dibayar tempo, sedangkan barang diberikan
tunai.[10]
Dengan kata lain jual beli tempo
atau dengan sistem penundaan yakni jual beli dimana penjual menjual barang
dagangannya kepada pembeli secara tunai tetapi pembayarannya dilakukan kemudian
pada waktu yang telah ditentukan.
Hadis
tentang Bai’ bil Ajal antara lain :
1.
Hadis riwayat Shuhaib ra.
حدَّثنامُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُاْلوَاحِدِ حَدَّ ثَنَا اْلاَعْمَشُ قَالَ
تَذَاكَرْنَا عِنْدَ اِبْرَاهِيْمَ الرَّ هْنَ وَاْلقَبشيْلَ فِيْ السَّلَفَ فَقَا
لَ اِبْرَاهِيْمُ حَدَّثَنَا اْلاَسْوَدُ عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عَنها اَنَّ
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم اشْتَرَى مِنْ يَهُوْدِيٍّ طَعَامأً اَجَلٍ
Artinya :”Telah menceritakan kepada kamiMusaddad telah
menceritakan kepada kami ‘Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami Al A’masy
berkata :kami menceritakan di hadapan Ibrahim tentang masalah gadai dan
pembayaran tertunda dalam jual beli. Maka Ibrahim berkata : telah menceritakan
kepada kami Al Aswad dari ‘Aisyah ra. Bahwa nabi Muhammad SAW pernah membeli
makanan dari orang Yahudi dengan pembayaran tunda sampai waktu yang ditentukan”
(HR. Bukhari No.2326)[11]
2. Hadis riwayat Samurah
ra.
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا
حَمَّادٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الْحَيَوَانِ بِالْحَيَوَانِ نَسِيئَةً
Artinya : ‘Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail, telah
menceritakan kepada kami Hammad dari Qatadah dari Al Hasan dari Samurah bahwa Nabi
SAW telah melarang menjual hewan dengan cara penangguhan.” (HR. Abu Daud
2912)[12]
Dari hadis diatas dapat kita ketahui bahwa jual beli dengan sistem
pembayaran tunda/ tempo telah dpraktekkan Rasulullah SAW pada masa lalu.
C. Bai’ Al-Salam
Al-salam
dianamakan juga Salaf (pendahuluan), yaitu jual beli barang dengan
kriteria tertentu dengan pembayaran sekarang namun diterima sekarang.[13]
Para ahli fiqh juga menyebutnya sebagai bai’ al-mahawiij (karena
kebutuhan mendesak). Pihak pembeli disebut al-muslim (pihak yang
menyerahkan), pihak penjual disebut al-muslam alaih (pihak yang
diserahi), sedangkan barang yang di jual disebut al-muslam fiih (barang
yang diserahkan) dan harga barang disebut ra’su maal salam (modal al-salam).[14]
Jadi jual beli al-salam yaitu sistem jual
beli dimana sang penjual menjual barang yang dibuat sesuai pesanan pembeli,
dimana sistem pembayarannya dilakukan dimuka secara kontan sedangkan barang
diserahkan kemudian pada waktu tertentu yang telah disepakati.
Nash tentang bai’
al-salam diantaranya sebagai berikut :
1.
Surat Al-Baqarah ayat 282
2.
Hadis riwayat ‘Amru bin Zuharah r.a
حَدَّ ثَنَا عَمْرُو بْنُ زُرَارَةَ اَخْبَرَ نَا اِسْمَا
عِيْلُ بْنُ عُلَيَّةَ اَخْبَرَنَا ابْنُ اَبِيْ نَجِيْحِ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ
كَثِيْرً عَنْ اَبِيْ اْلمِنْهَالِ عَنْ ابْنِ عَبَّا سٍ رضي الله عنهمأ قَا لَ
قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلّم اْلمَدِيْنَةَ وَالنَّا سُ
يُسْلِفُوْنَ فِيْ الثَّمَرِ اْلعَامَ وَاْلعَامَيْنِ اَوْ قَالَ عَا مَيْنِ
اَوْثَلاَثَةُ شَكَّ اِسْمَا عِيْلُ فَقَا لَ مَنْ سَلَّفَ فِيْ
تَمْرٍفَلْيُسْلِفْ فِيْ كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ حَدَّثَنَا
مُحَمَّدٌ اَخْبَرَنَا اِسْمَا عِيْلُ عَنْ ابْنِ اَبِيْ نَجِيْحٍ بِهَذَا فِيْ
كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ
Artinya :”Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Zurarah telah
mengabarkan kepada kami Isma’il bin ‘Ulayyah telah mengabarkan kepada kepada
kami Ibnu Abi Najih dari ‘Abdullah bin Katsir dari Abu Minhal dari Ibnu ‘Abbas
r.a berkata: Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah orang-orang mempraktekkan
jual beli dengan sistem salaf, yaitu membayar dimuka dan diterima barangnya
setelah kurun waktu satu atau dua tahun kemudian atau katanya dua atau tiga
tahun kemudian. Isma’il ragu dalam hal ini. Maka beliau bersabda : siapa yang
mempraktekkan salaf dalam jual beli buah-buahan hendaknya dilakukannya dengan
takaran dan timbangan yang diketahui (pasti)”. Telah menceritakan kepada
kami Muhammad telah mengabarkan kepada kami Isma’il dari Ibnu Abi Najih seperti
redaksi hadits ini :’ dengan takaran dan timbangan yang diketahui (pasti).”[15]
(HR. Bukhari No. 2085)
3.
Hadis Riwayat ‘Aisyah r.a
حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلاَّمٍ حَدَّثَنَا يَعْلَى
حَدَّثَنَا الْاَعْمَشُ عَنْ اِبْرَا هِيْمَ عَنْ اْلأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ رضي
الله عنهما قَالَتْ اشْتَرَى رَسُوْلُ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَا مًا مِنْ
يَهُوْدِيٍّ بِنَسِيَةٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا لَهُ مِنْ حَدِيْدٍ
Artinya :”Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salam telah
menceritakan kepada kami Ya’laa telah menceritakan kepada kami Al A’masy r.a
berkata : “Rasulullah SAW membeli makanan dari orang Yahudi dengan cara
pembayaran di belakang, dan Beliau gadaikan baju besi Beliau (sebagai jaminan).[16]”(HR.
Bukhari No.2092).
4.
Hadis Riwayat Ibnu Abbas r.a.
حَدِيْثُ ابْنُ
عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَل : قَدِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلّم
اْلمَدِيْنَةَ وَهُمْ يُسْلِفُوْنَ بِا لتَّمْرِالسَّنَتَيْنِ وَالثَّلاَ ثَ’
فَقَا لَ : مَنْ اَسْلَفَ فِيْ شَيْءٍ فَفِيْ كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ
مَعْلُوْمٍ اِلَى اَجَلٍ مَعْلُوْمٍ.(اخرجه البخا ر ي في: (٣٥) كتاب السلم’ (٢)
باب السلم في وزن معلوم)
Artinya : “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, Nabi SAW
datang ke Madinah. Dan mereka (penduduk Madinah) biasa mengutangkan kurma selama
dua tahun tiga bulan. Lalu Nabi SAW berkata, “Siapa saja yang mau mengutangkan
sesuatu, maka harus dengan takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan jangka
waktu yang jelas.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari pada kitab ke-35 Kitab
As-Salam, bab ke-2 bab As-Salam pada timbangan yang jelas)[17]
Berdasarkan nash
diatas, dapat kita ketahui bahwa jual beli salam diperbolehkan dalam Islam, dengan syarat takaran, timbangan dan waktu
pelaksanaan transaksi yang jelas diantara kedua belah pihak dan dilakukan dengan saling
meridhai antara kedua belah pihak. Dengan demikian, bai’us salam memiliki
kriteria khusus bila dibandingkan dengan jenis jual beli lainnya, diantaranya:
1. Pembayaran
dilakukan didepan (kontan di tempat akad), oleh karena itu jual beli ini
dinamakan juga as-salaf.
2. Serah terima
barang ditunda sampai waktu yang telah ditentukan dalam majlis akad.
Bila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak maka
mayoritas ahli fiqih berpendapat bahwa tidak dibolehkan mengambil barang lain
selain barang yang ditentukan dalam akad al-salam sebagai gantinya, di
saat akad masih berlaku. Hadis yang diriwayatkan oleh Daruquthni :
مَنْ اَسْلَفَ فِيْ شَيْءٍ فَلَا يَصْرِ فُهُ اِلَى غَيْرِهِ
Artinya : “Barang siapa yang mensalafkan (as-salam) sesuatu, maka dia
tidak boleh mengalihkannya kepada pihak lain. (Hr. Daruquthni)[18]
Bai’us Salam ini dibutuhkan oleh banyak
kalangan, misalnya orang-orang yang memiliki kemampuan dan keterampilan namun
mereka tidak miliki modal yang cukup untuk menjalankan apa yang menjadi
obsesinya. Mereka
ini bisa menjual sampel produk mereka (sebelum ada produk dalam jumlah besar)
dan mendapatkan uang kontan. Uang kontan ini bisa mereka manfaatkan untuk
menyiapkan bahan baku dan biaya operasinal pengadaan produk, seperti untuk
membeli bibit, alat, pupuk dan lain-lain; Bisa juga untuk memenuhi kebutuhan diri
dan keluarga selama proses pengerjaan produk tersebut. Kemudian setelah produk
siap, mereka bisa menyerahkannya sesuai dengan pesanan pada waktu yang telah
ditentukan. Demikian pula halnya dengan jual beli
tempo dan kredit.
BAB
III
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan pada bab terdahulu, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa:
1.
Terdapat perbedaan mengenai hukum jual beli dengan sistem
kredit, ada sebagian jumhur ulama yang membolehkan dan sebagian ulama lain yang
melarang jual beli ini. Disini penulis mengambil kesimpulan mengikuti
kesepakatan para ulama yang membolehkan jual beli kredit dengan alasan pembeli
menentukan sikap untuk mengambil salah satu bentuk transaksi yang ditawarkan
oleh penjual apakah pembelian barang tersebut secara kontan saja atau dibayar
secara kredit saja. Dalil yang dijadikan pelarangan jual beli ini lemah.
2.
Begitu pula dengan jual beli dengan penangguhan/ tempo diperbolehkan
asalkan jelas transaksinya, dan ditentukan waktu pembayarannya dengan jelas.
Selain itu terdapat larangan mengenai jual beli hewan ternak.
3.
Demikian halnya dengan bai’ as salam (jual beli
pesanan) dimana sistem jual beli pesanan ini sang penjual memperoleh pembayaran
di muka, memberikan barang yang sesuai dengan pesanan sang pembeli, dan barang
tersebut diserahkan kepada pembeli dengan jangka waktu yang telah disepakati
diantara mereka. Para ahli sepakat bahwa hukum dari bai’ al-salam ini
adalah boleh sebagaimana yang dijelaskan pada hadis-hadis terkait pada
pembahasan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Warson., Munawwir. Kamus Al Munawwir,
Pustaka Progressif: Surabaya, cet.XXV.2002
Ensiklopedi
Hadits 9 Imam, Salnatera, www.
dar-us-salam.com, addararu tsaniyah.
Fu’ad
Abdul Baqi, Muhammad., Al-Lu’-Lu’ Wal Marjan, Kumpulan Hadits Shahih Bukhari
Muslim, Insan Kamil:Solo, 2010
Hasan, Ali., Berbagai Macam
Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah). PT.
Raja Grafindo Persada: Jakarta,2003
Mustofa,
Imam., Fiqih Mu’amalah Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
cet.I. 2016
Rasjid, Sulaiman., Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo :Bandung,
2010
Sabiq,
Sayyid., Fiqih Sunnah Jilid 4, Pena Pundi Aksara; Jakarta, 2007
Suhendi, Hendi., Fiqh Muamalah, PT.Raja Grafindo Persada :Jakarta,
2010
Syafe’i,
H. Rachmat., Fiqh Muamalah, Pustaka
Setia : Bandung, 2001
[3]
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, cet.I. 2016. h. 49
[4] Hadis Shahih
Bukhari No. 1954. Ensiklopedi Hadits 9 Imam, www. dar-us-salam.com,
addararu tsaniyah. Android Version
[5]
HR. Tirmizi No.1152, Ensiklopedi Hadits 9 Imam,Ibid
[9]
Imam Mustofa, Op.Cit. h. 61-63
[13]
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 4, Pena Pundi Aksara; Jakarta,
2007, h. 166
[15]
HR. Bukhari No. 2085, Ensiklopedi Hadits 9 Imam,Op.Cit
[17] Muhammad
Fu’ad Abdul Baqi, Al-Lu’-Lu’ Wal Marjan, Kumpulan Hadits Shahih Bukhari
Muslim, Insan Kamil:Solo, 2010. h.464.
[18]
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Op.Cit. h. 172
No comments:
Post a Comment