Saturday, 4 November 2017

KAJIAN HADIS TENTANG BAI’ BITTAQSHID, BAI’ LI AJAL DAN BAI’ AL-SALAM

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dasar hukum awal umat muslim dalam bermuamalah adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkan. Berdasarkan pernyataan tersebut maka sesungguhnya semua jenis kegiatan muamalah sebenarnya boleh dilakukan, tetapi bila ada dalil yang menyatakan suatu perbuatan tersebut haram, maka berlakulah hukumnya haram bagi perbuatan tersebut.
Demikian halnya hukum yang berlaku pada kegiatan jual beli, sebagaimana telah dijelaskan dalam surat Al-Baqarah 275 dan hadis-hadis terkait bahwa Allah SWT secara tegas telah membedakan antara hukum riba dan jual beli. Allah mengharamkan riba dan menghalalkan jual beli.
Dalam kenyataannya, praktik jual beli yang dilakukan masyarakat sangatlah bervariasi salah satunya jual beli kredit diantaranya (bai’ bittaqshid), jual beli dengan tempo/ penangguahan (bai’li ajal) dan jual beli dengan pesanan (bai’ as salam). Sistem jual beli ini mulai diminati banyak kalangan, karena rata-rata manusia itu kalangan menengah ke bawah, yang mana kadang-kadang mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dia beli dengan kontan, maka kredit dan tempo adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat.
Oleh karena itu, penulis merasa tertarik dengan pembahasan mengenai bai’ bittaqshid, bai’ li ajal dan bai’ al-salam.






BAB II
PEMBAHASAN

A. Bai’ Bittaqshid
Bai’ bittaqshid berasal dari dua kata bai’ dan bittaqshid. Bai’ berasal dari bahasa arab yang diambil dari kata باَعَ – يَبِيْعُ – بَيْعً yang artinya menjual, lawan dari kata اشْتَرِي yang artinya membeli.[1] Bai’ dapat pula diartikan مُقَابَلَةُالشَّيءبِاالشَّىءِpertukaran sesuatu dengan sesuatu[2]. Bai’ bittaqshid disebut pula dengan jual beli kredit. Sulaiman bin Turki mendefinisikan jual beli kredit :
عقد على مبيع حال : بثمن مؤجل, يؤدَى مفرقاً على اجزاء معلومة , في اوقات معلومة
Artinya : “ jual beli dimana barang dieserahterimakan terlebih dahulu, sementara pembayaran dilakukan beberapa waktu kemudian berdasarkan kesepakatan”[3]
Jadi, jual beli dengan sistem kredit adalah jual beli yang dilakukan tidak secara kontan dimana pembeli sudah menerima barang sebagai objek jual beli, namun belum membayar harga sedangkan pembayaran dilakukan secara angsur sesuai dengan kesepakatan.
Hadis tentang jual beli kredit/ bai’ bittaqshid diantaranya :
1.   Hadis Riwayat ‘Aisyah r.a
 حَدَّ ثَنَا يُوْسُفُ بْنُ عِيْسَى حَدَّثَنَا اَبُوْ مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الاَعْمَشُ عَنْ اِبْرَاهِيْمَ عَنْ اْلاَسْوَدِعَنْ عَائِشَةَ رضي الله عَنْهَا قَالَتْ اشْتَرَى رَسُوْلُ الله صلّى الله عليه وسلّم مِنْ يَهُوْدِيٍّ طَعَا مًا بِنَسِيئةٍ وَرَهَنَهُ دِرْعَهُز
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin ‘isa telah menceritakan kepada kami Al A’masy dari Ibrahim dari Al Aswad dari Aisyah r.a berkata : Rasulullah SAW membeli makanan dari orang Yahudi secara angsuran dan menjaminnya dengan menggadaikan baju besi beliau.”(HR. Bukhari No. 1954)[4]

2.   Hadis Riwayat Abu Hurairah  r.a mengenai larangan dua akad dalam satu jual beli
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍوَفِي الْبَاب عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو وَابْنِ عُمَرَ وَابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ وَقَدْ فَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ قَالُوا بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ أَنْ يَقُولَ أَبِيعُكَ هَذَا الثَّوْبَ بِنَقْدٍ بِعَشَرَةٍ وَبِنَسِيئَةٍ بِعِشْرِينَ وَلَا يُفَارِقُهُ عَلَى أَحَدِ الْبَيْعَيْنِ فَإِذَا فَارَقَهُ عَلَى أَحَدِهِمَا فَلَا بَأْسَ إِذَا كَانَتْ الْعُقْدَةُ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمَا قَالَ الشَّافِعِيُّ وَمِنْ مَعْنَى نَهْيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ أَنْ يَقُولَ أَبِيعَكَ دَارِي هَذِهِ بِكَذَا عَلَى أَنْ تَبِيعَنِي غُلَامَكَ بِكَذَا فَإِذَا وَجَبَ لِي غُلَامُكَ وَجَبَتْ لَكَ دَارِي وَهَذَا يُفَارِقُ عَنْ بَيْعٍ بِغَيْرِ ثَمَنٍ مَعْلُومٍ وَلَا يَدْرِي كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى مَا وَقَعَتْ عَلَيْهِ صَفْقَتُهُ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Hannad telah mencaritakan kepada kami Abdah bin Sulaiman dari Muhammad bin Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata : ”Rasulullah SAW melarang melakukan dua penjualan dalam satu kali transaksi. Dalam hal ini ada Hadis serupa dari Abdullah bin Amru, Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud. Abu Isa berkata : Hadis Abu Hurairah adalah hadis Hasan Shahih dan menjadi pedoman amal bagi para ulama. Sebagian ulama menafsirkan hadis ini, mereka mengatakan maksud dua penjualan dalam satu transaksi adalah perkataan seseorang aku menjual pakaian ini kepadamu dengan tunai seharga sepuluh dan dengan kredit seharga dua puluh tanpa memisahkannya atas salah satu dari dua transaksi. Jika ia memisahkannya atas salah satu dari kedua transaksi tersebut maka tidak apa-apa selama akadnya jatuh kepada salah satunya. As Syafi’i berkata :larangan dari dua transaksi adalah perkataan seseorang aku menjual rumahku kepadamu dengan harga sekian dengan syarat kamu menjual budakmu kepadaku dengan harga sekian. Jika budakmu sudah menjadi milikku berarti rumahku juga menjadi milikmu, tata cara jual beli seperti ini berbeda dengan tata cara jual beli barang yang tidak diketahui harganya dan salah satu dari keduanya (penjual dan pembeli) tidak mengetahui transaksi yang ia tujukan. (HR.Tirmizi No.1152)[5]
Terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama mengenai hukum jual beli secara kredit, ada sebagian ulama yang membolehkan dan ada yang melarangnya. Ulama yang membolehkan jual beli kredit adalah jumhur ulama, termasuk ulama empat mazhab, ulama salaf, dan ulama kontemporer.[6] Jumhur ulama yang memperbolehkan jual beli kredit berhujjah dengan ayat, hadis dan kaidah fiqhiyah:
1.   Firman Allah dalam surat Al-Baqarah 275, An-Nisa 29 dan Al-Baqarah 282.
... وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ)...٢٧٥(
Artinya :”...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... (QS. AL Baqarah 275)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٖ مِّنكُمۡۚ ... ٢٩
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu...”(QS : An Nisa 59)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ... )٢٨٢(
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. ... “(QS: Al Baqarah 282)




2.   Hadis Riwayat Aisyah ra.
عَنْ عَائِيْشَة- رضى الله عنها – قَالَتْ جَاءَتْ بَرِيْرَةُ فَقَالَتْ اِنِّى كَاتَبْتُ اَهْلِيَ عَلَى تِسْعِ اَوَاقٍ,فَى كُلِّ عَامٍ اُوقِيَّةٌ, فَاَعِيْنِيْنِي
Artinya :Dari Aisyah ra. berkata :”Burairah menebus dirinya dari majikannya dengan membayar sembilan setiap tahun, dan ini merupakan pembayaran secara kredit.”[7]
3.   Berhujjah pada kaidah fiqhiyah yang menyatakan bahwa “pada dasarnya hukum mu’amalah adalah halal, kecuali ada dalil yang melarangnya”. Tidak ada dalil yang mengharamkan jual beli kredit maka berarti jual beli ini halal.
Ulama yang tidak membolehkan jual beli kredit antara lain Zainal Abidin bin Ali bin Husen, Nashir, Manshur, Imam Yahya, dan Abu Bakar Al-Jashash dari kalangan hanafiyah serta kelompok ulama kontemporer, mereka berargumen dengan dasar :
1.   Firman Allah Surat Al Baqarah 275. Allah mengharamkan riba termasuk tambahan harga karena pembayaran sebagai pengganti penundaan pembayaran.
2.   Hadis Riwayat Abu Hurairah ra diatas (HR. Tirmizi No.1152).
3.   Dalil Aqliyah, pengambilan tambahan harga dalam transaksi jual beli sama dengan pembayaran tambahan dalam qiradh yang diharamkan.
4.   Larangan jual beli dengan dua harga dalam satu pembelian yaitu cash dan kredit.[8]
Syarat jual beli kredit antara lain :
1.   Jual beli kredit jangan sampai mengarah ke riba
2.   Pebjual merupakan pemilik sempurna barang yang dijual
3.   Barang diserahkan kepada pembeli oleh seorang penjual.
4.   Hendaknya barang dan harga bukanlah jenis yang nenubgjibkab terjadinya riba nasiah.
5.   Harga dalam jual beli kredit merupakan hutang (tidak dibayarkan secara kontan).
6.    Barang yang diperjual belikan diserahkan secara langsung
7.   Waktu pembayaran jelas, sesuai kesepakatan
8.   Hendaknya dibayarkan secara langsung[9]

B.  Bai’ li Ajal
Bai’ li ajal (jual beli tempo), yaitu jual beli dimana harga dibayar tempo, sedangkan barang diberikan tunai.[10] Dengan  kata lain jual beli tempo atau dengan sistem penundaan yakni jual beli dimana penjual menjual barang dagangannya kepada pembeli secara tunai tetapi pembayarannya dilakukan kemudian pada waktu yang telah ditentukan.

Hadis tentang Bai’ bil Ajal antara lain :
1.   Hadis riwayat Shuhaib ra.
 حدَّثنامُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُاْلوَاحِدِ حَدَّ ثَنَا اْلاَعْمَشُ قَالَ تَذَاكَرْنَا عِنْدَ اِبْرَاهِيْمَ الرَّ هْنَ وَاْلقَبشيْلَ فِيْ السَّلَفَ فَقَا لَ اِبْرَاهِيْمُ حَدَّثَنَا اْلاَسْوَدُ عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عَنها اَنَّ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم اشْتَرَى مِنْ يَهُوْدِيٍّ طَعَامأً اَجَلٍ
Artinya :”Telah menceritakan kepada kamiMusaddad telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami Al A’masy berkata :kami menceritakan di hadapan Ibrahim tentang masalah gadai dan pembayaran tertunda dalam jual beli. Maka Ibrahim berkata : telah menceritakan kepada kami Al Aswad dari ‘Aisyah ra. Bahwa nabi Muhammad SAW pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan pembayaran tunda sampai waktu yang ditentukan” (HR. Bukhari No.2326)[11]

2.   Hadis riwayat Samurah ra.
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الْحَيَوَانِ بِالْحَيَوَانِ نَسِيئَةً
Artinya : ‘Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad dari Qatadah dari Al Hasan dari Samurah bahwa Nabi SAW telah melarang menjual hewan dengan cara penangguhan.” (HR. Abu Daud 2912)[12]
Dari hadis diatas dapat kita ketahui bahwa jual beli dengan sistem pembayaran tunda/ tempo telah dpraktekkan Rasulullah SAW pada masa lalu.

C.  Bai’ Al-Salam
Al-salam dianamakan juga Salaf (pendahuluan), yaitu jual beli barang dengan kriteria tertentu dengan pembayaran sekarang namun diterima sekarang.[13] Para ahli fiqh juga menyebutnya sebagai bai’ al-mahawiij (karena kebutuhan mendesak). Pihak pembeli disebut al-muslim (pihak yang menyerahkan), pihak penjual disebut al-muslam alaih (pihak yang diserahi), sedangkan barang yang di jual disebut al-muslam fiih (barang yang diserahkan) dan harga barang disebut ra’su maal salam (modal al-salam).[14]
Jadi jual beli al-salam yaitu sistem jual beli dimana sang penjual menjual barang yang dibuat sesuai pesanan pembeli, dimana sistem pembayarannya dilakukan dimuka secara kontan sedangkan barang diserahkan kemudian pada waktu tertentu yang telah disepakati.
Nash tentang bai’ al-salam diantaranya sebagai berikut :
1.   Surat Al-Baqarah ayat 282
2.   Hadis riwayat ‘Amru bin Zuharah r.a
حَدَّ ثَنَا عَمْرُو بْنُ زُرَارَةَ اَخْبَرَ نَا اِسْمَا عِيْلُ بْنُ عُلَيَّةَ اَخْبَرَنَا ابْنُ اَبِيْ نَجِيْحِ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ كَثِيْرً عَنْ اَبِيْ اْلمِنْهَالِ عَنْ ابْنِ عَبَّا سٍ رضي الله عنهمأ قَا لَ قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلّم اْلمَدِيْنَةَ وَالنَّا سُ يُسْلِفُوْنَ فِيْ الثَّمَرِ اْلعَامَ وَاْلعَامَيْنِ اَوْ قَالَ عَا مَيْنِ اَوْثَلاَثَةُ شَكَّ اِسْمَا عِيْلُ فَقَا لَ مَنْ سَلَّفَ فِيْ تَمْرٍفَلْيُسْلِفْ فِيْ كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ اَخْبَرَنَا اِسْمَا عِيْلُ عَنْ ابْنِ اَبِيْ نَجِيْحٍ بِهَذَا فِيْ كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ
Artinya :Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Zurarah telah mengabarkan kepada kami Isma’il bin ‘Ulayyah telah mengabarkan kepada kepada kami Ibnu Abi Najih dari ‘Abdullah bin Katsir dari Abu Minhal dari Ibnu ‘Abbas r.a berkata: Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah orang-orang mempraktekkan jual beli dengan sistem salaf, yaitu membayar dimuka dan diterima barangnya setelah kurun waktu satu atau dua tahun kemudian atau katanya dua atau tiga tahun kemudian. Isma’il ragu dalam hal ini. Maka beliau bersabda : siapa yang mempraktekkan salaf dalam jual beli buah-buahan hendaknya dilakukannya dengan takaran dan timbangan yang diketahui (pasti)”. Telah menceritakan kepada kami Muhammad telah mengabarkan kepada kami Isma’il dari Ibnu Abi Najih seperti redaksi hadits ini :’ dengan takaran dan timbangan yang diketahui (pasti).”[15] (HR. Bukhari No. 2085)
3.   Hadis Riwayat ‘Aisyah r.a
حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلاَّمٍ حَدَّثَنَا يَعْلَى حَدَّثَنَا الْاَعْمَشُ عَنْ اِبْرَا هِيْمَ عَنْ اْلأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنهما قَالَتْ اشْتَرَى رَسُوْلُ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَا مًا مِنْ يَهُوْدِيٍّ بِنَسِيَةٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا لَهُ مِنْ حَدِيْدٍ
Artinya :”Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salam telah menceritakan kepada kami Ya’laa telah menceritakan kepada kami Al A’masy r.a berkata : “Rasulullah SAW membeli makanan dari orang Yahudi dengan cara pembayaran di belakang, dan Beliau gadaikan baju besi Beliau (sebagai jaminan).[16](HR. Bukhari No.2092).
4.   Hadis Riwayat Ibnu Abbas r.a.
حَدِيْثُ ابْنُ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَل : قَدِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلّم اْلمَدِيْنَةَ وَهُمْ يُسْلِفُوْنَ بِا لتَّمْرِالسَّنَتَيْنِ وَالثَّلاَ ثَ’ فَقَا لَ : مَنْ اَسْلَفَ فِيْ شَيْءٍ فَفِيْ كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ اِلَى اَجَلٍ مَعْلُوْمٍ.(اخرجه البخا ر ي في: (٣٥) كتاب السلم’ (٢) باب السلم في وزن معلوم)
Artinya : Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, Nabi SAW datang ke Madinah. Dan mereka (penduduk Madinah) biasa mengutangkan kurma selama dua tahun tiga bulan. Lalu Nabi SAW berkata, “Siapa saja yang mau mengutangkan sesuatu, maka harus dengan takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan jangka waktu yang jelas.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari pada kitab ke-35 Kitab As-Salam, bab ke-2 bab As-Salam pada timbangan yang jelas)[17]
Berdasarkan nash diatas, dapat kita ketahui bahwa jual beli salam diperbolehkan dalam Islam, dengan syarat takaran, timbangan dan waktu pelaksanaan transaksi yang jelas diantara kedua belah pihak dan dilakukan dengan saling meridhai antara kedua belah pihak. Dengan demikian, bai’us salam memiliki kriteria khusus bila dibandingkan dengan jenis jual beli lainnya, diantaranya:
1.      Pembayaran dilakukan didepan (kontan di tempat akad), oleh karena itu jual beli ini dinamakan juga as-salaf.
2.      Serah terima barang ditunda sampai waktu yang telah ditentukan dalam majlis akad.
Bila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak maka mayoritas ahli fiqih berpendapat bahwa tidak dibolehkan mengambil barang lain selain barang yang ditentukan dalam akad al-salam sebagai gantinya, di saat akad masih berlaku. Hadis yang diriwayatkan oleh Daruquthni :
مَنْ اَسْلَفَ فِيْ شَيْءٍ فَلَا يَصْرِ فُهُ اِلَى غَيْرِهِ
Artinya : “Barang siapa yang mensalafkan (as-salam) sesuatu, maka dia tidak boleh mengalihkannya kepada pihak lain. (Hr. Daruquthni)[18]
Bai’us Salam ini dibutuhkan oleh banyak kalangan, misalnya orang-orang yang memiliki kemampuan dan keterampilan namun mereka tidak miliki modal yang cukup untuk menjalankan apa yang menjadi obsesinya. Mereka ini bisa menjual sampel produk mereka (sebelum ada produk dalam jumlah besar) dan mendapatkan uang kontan. Uang kontan ini bisa mereka manfaatkan untuk menyiapkan bahan baku dan biaya operasinal pengadaan produk, seperti untuk membeli bibit, alat, pupuk dan lain-lain; Bisa juga untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga selama proses pengerjaan produk tersebut. Kemudian setelah produk siap, mereka bisa menyerahkannya sesuai dengan pesanan pada waktu yang telah ditentukan. Demikian pula halnya dengan jual beli tempo dan kredit.




BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan pada bab terdahulu, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa:
1.      Terdapat perbedaan mengenai hukum jual beli dengan sistem kredit, ada sebagian jumhur ulama yang membolehkan dan sebagian ulama lain yang melarang jual beli ini. Disini penulis mengambil kesimpulan mengikuti kesepakatan para ulama yang membolehkan jual beli kredit dengan alasan pembeli menentukan sikap untuk mengambil salah satu bentuk transaksi yang ditawarkan oleh penjual apakah pembelian barang tersebut secara kontan saja atau dibayar secara kredit saja. Dalil yang dijadikan pelarangan jual beli ini lemah.
2.      Begitu pula dengan jual beli dengan penangguhan/ tempo diperbolehkan asalkan jelas transaksinya, dan ditentukan waktu pembayarannya dengan jelas. Selain itu terdapat larangan mengenai jual beli hewan ternak.
3.      Demikian halnya dengan bai’ as salam (jual beli pesanan) dimana sistem jual beli pesanan ini sang penjual memperoleh pembayaran di muka, memberikan barang yang sesuai dengan pesanan sang pembeli, dan barang tersebut diserahkan kepada pembeli dengan jangka waktu yang telah disepakati diantara mereka. Para ahli sepakat bahwa hukum dari bai’ al-salam ini adalah boleh sebagaimana yang dijelaskan pada hadis-hadis terkait pada pembahasan sebelumnya.




DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson., Munawwir. Kamus Al Munawwir, Pustaka Progressif: Surabaya, cet.XXV.2002
Ensiklopedi Hadits 9 Imam, Salnatera, www. dar-us-salam.com, addararu tsaniyah.
Fu’ad Abdul Baqi, Muhammad., Al-Lu’-Lu’ Wal Marjan, Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim, Insan Kamil:Solo, 2010
Hasan, Ali., Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah). PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta,2003
Mustofa, Imam., Fiqih Mu’amalah Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet.I. 2016
Rasjid, Sulaiman., Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo :Bandung, 2010
Sabiq, Sayyid., Fiqih Sunnah Jilid 4, Pena Pundi Aksara; Jakarta, 2007
Suhendi, Hendi., Fiqh Muamalah, PT.Raja Grafindo Persada :Jakarta, 2010
Syafe’i, H. Rachmat., Fiqh Muamalah, Pustaka Setia : Bandung, 2001









[1] Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al Munawwir, Pustaka Progressif: Surabaya, cet.XXV.2002. h. 124
[2] H. Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, 2001. h. 73
[3] Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet.I. 2016. h. 49
[4] Hadis Shahih Bukhari No. 1954. Ensiklopedi Hadits 9 Imam, www. dar-us-salam.com, addararu tsaniyah. Android Version
[5] HR. Tirmizi No.1152, Ensiklopedi Hadits 9 Imam,Ibid
[6] Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer,Op.Cit. h. 52
[7] Ibid. h. 56 (HR. Bukhari No. 2527)
[8] Ibid. h. 59-60
[9] Imam Mustofa, Op.Cit. h. 61-63
[10] Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Remaja Rosdakarya, Jakarta, Cetakan Ketiga, 2015. h. 210
[11] Ibid. h. 56 (HR. Bukhari No. 2326)
[12] Ibid., HR. Abu Daud No.2912
[13] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 4, Pena Pundi Aksara; Jakarta, 2007, h. 166
[14] Ibid.
[15] HR. Bukhari No. 2085, Ensiklopedi Hadits 9 Imam,Op.Cit
[16] HR. Bukhari No. 2092, Ibid.
[17] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Al-Lu’-Lu’ Wal Marjan, Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim, Insan Kamil:Solo, 2010. h.464.
[18] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Op.Cit. h. 172

No comments:

Post a Comment