A. PENDAHULUAN
Pembangunan di
Indonesia yang dilaksanakan secara berkesinambungan bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil dan merata. Hasil dari
pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap diharapkan dapat memperbaiki
kondisi kehidupan masyarakat, meskipun
hasil kegiatan pembangunan belum dapat menghilangkan masalah kemiskinan secara menyeluruh.
Pentingnya
menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan di Indonesia
menunjukkan perubahan paradigma pembangunan dari pendekatan pertumbuhan (growth
approach) kepada pendekatan kemandirian (self-reliance approach).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan ini menempatkan manusia
sebagai subyek pembangunan dan menekankan pada pentingnya pemberdayaan (empowerment)
manusia. Oleh karena itu, Kementerian Sosial menerapkan beberapa program
penguatan ekonomi kerakyatan dengan strategi mendorong kemandirian usaha-usaha
kelompok masyarakat, disamping itu juga sebagai salah satu upaya penanggulangan
kemiskinan. Wujud kegiatan ini adalah pengembangan kelompok usaha bersama yang
merupakan program asistensi kesejahteraan sosial keluarga sebagai salah satu upaya pemberdayaan usaha produktif
rakyat termasuk bagi mereka yang kurang mampu (fakir miskin).
Materi pada pembahasan ini tentang upaya pendampingan
yang dilakukan oleh instansi pemerintah terkait usaha produktif yang dilakukan
oleh fakir miskin yang ada di Indonesia. Tujuannya untuk memberikan pemahaman
mengenai upaya pendampingan terhadap usaha produktif fakir miskin di indonesia.
1.
Usaha produktif jenis apakah yang lebih efektif dan
efisien diterapkan oleh para fakir miskin?
2.
Bagaimanakah bentuk upaya pendampingan usaha produktif
fakir miskin?
B. PEMBAHASAN
1.
Usaha Produktif
a.
Pengertian
Usaha adalah kegiatan dengan mengerahkan
tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud; pekerjaan (perbuatan,
prakarsa, ikhtiar, daya upaya) untuk mencapai sesuatu.[1]
Usaha adalah aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk
memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan di dalam mencapai
tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan
prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada allah swt.[2] Upaya adalah usaha; ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud,
memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya).[3]
وَقُلِ
ٱعۡمَلُواْ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ
وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا
كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ١٠٥ (التّوبة : ۱۰۵)
Artinya :
“Dan
Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada
kamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS : At-Taubah : 105)[4]
Ayat diatas
pada
dasarnya memerintahkan semua dan setiap orang untuk berusaha, termasuk usaha
ekonomi. Semua dan setiap usaha, pasti akan diketahui
oleh Allah, Rasulullah, dan orang-orang beriman secara keseluruhan. Semua dan setiap usaha dipastikan akan menuai
pembalasan/ hasilnya, dan yang berhak memberikan pembalasan atau imbalan itu
adalah Allah SWT yang Maha Mengetahui hal-hal yang ghoib di samping hal-hal
yang tampak.[5]
Sedangkan produktif adalah bersifat atau mampu
menghasilkan (dalam jumlah besar); mendatangkan (memberi hasil, manfaat, dan
sebagainya); menguntungkan[6]
Jadi,
usaha produktif adalah semua bentuk kegiatan yang dilakukan manusia, baik dalam
hal materi maupun non-materi, intelektual atau fisik maupun hal-hal yang berkaitan
dengan masalah keduniawian atau keakhiratan untuk menghasilkan sesuatu yang
mendatangkan hasil atau keuntungan baik di dunia maupun di akhirat kelak.
b.
Jenis-Jenis
Usaha di Indonesia
Jenis
usaha perekonomian yang berkembang di Indonesia menurut kelembagaannya ada dua
yakni usaha informal dan usaha non formal. Jenis-jenis usaha berdasarkan bidang
usahanya terdiri dari :
1)
Usaha
yang bergerak di bidang agraris; merupakan salah satu jenis usaha yang
aktivitas atau kegiatannya difokuskan pada pengolahan hasil alam atau
sumber daya alam yang ada dengan tujuan untuk memberikan sumbangsih berupa
manfaat yang lebih dari sebelumnya kepada masyarakat. Contohnya : pertanian,
perkebunan dan peternakan
2)
Usaha
yang bergerak di bidang perdagangan; salah satu kegiatan ekonomi
yang berfokus pada transaksi barang maupun jasa dan bisa disebut dengan jual
beli. Contohnya : jual beli online, jual beli saham, dan
lainnya
3)
Usaha
yang bergerak di bidang perindustrian, suatu usaha atau kegiatan pengolahan
bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang
memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Contohnya : industri
elektronik, ekspedisi, transportasi dan lainnya.
4)
Usaha
yang bergerak di bidang jasa, jenis usaha yang menawarkan ilmu atau keahlian
tertentu kepada konsumen. Contohnya : tambal ban, doktor lainnya
5)
Usaha
yang bergerak di bidang ekstraktif; bergerak di bidang usaha penggalian, pengambilan, atau
pengolahan kekayaan yang disediakan alam. Hasil yang diambil dari alam tidak
diolah atau tidak diusahakan sebelumnya. Contohnya :
penambangan emas, minyak bumi dan lainnya.
2.
Fakir Miskin
a.
Pengertian
Sesungguhnya dalam merumuskan
pengertian fakir dan miskin terjadi perbedaan pendapat para fuqaha dalam
mendefinisikan kedua kata tersebut. Seperti yang dijelaskan dalam bahasa Arab
kata miskin terambil dari kata sakana yang berarti diam atau tenang,
sedang kata masakin ialah bentuk jama’ dari miskin yang menurut bahasa
diambil dari kata sakana yang artinya menjadi diam atau tidak bergerak
karena lemah fisik atau sikap yang sabar dan qana’ah.[7]
Dirumuskan bahwa miskin ialah barang
siapa yang memiliki harta benda atau mata pencaharian tetap, hal mana salah
satunya (harta/ mata pencaharian/ keduanya), hanya menutupi tidak lebih dari
kebutuhan pokoknya.[8]
Sedangkan fakir ialah orang yang menghajati pertolongan,
yang perlu ditolong dalam menyelenggarakan keperluan hidupnya sehari-hari yang
tak dapat tidak, untuk keperluan hidupnya.[9]
Kemudian menurut jumhur ulama, fakir adalah orang yang
tidak memiliki apa-apa atau hanya memiliki kurang dari separuh kebutuhan diri
dan tanggungannya, sedangkan orang miskin adalah mereka yang memiliki separuh
kebutuhannya atau lebih, tetapi tidak mencukupi.[10]
Sementara itu para
ulama baik sahabat atau tabi’in berbeda pendapat dalam memahami dan menafsirkan
lafadh al-masakin dalam surat at-Taubah ayat 60:
إِنَّمَا
ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا
وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ
مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ
٦٠ (التّوبة : ۶۰)
Artinya :
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka
yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS: At Taubah :60)
Kata miskin pada ayat di atas diartikan sebagai orang yang mempunyai
sesuatu tetapi kurang dari nishab, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka
atau orang-orang yang memiliki harta tetapi tidak mampu untuk mencukupi
kebutuhan hidup mereka sendiri tanpa ada bantuan.[11]
Ibnu Abbas menyatakan lain kata al-masakin
diartikan orang yang keluar rumah untuk meminta-minta.[12]
Hal serupa juga diungkapkan oleh Mujahid, lebih lanjut ia menyatakan bahwa al-masakin
adalah orang yang meminta. Ibnu Zaid dalam
menafsirkan al-masakin diartikan orang-orang yang meminta-minta
pada orang lain. Sedangkan menurut Qatadah al-masakin adalah
orang yang sehat (orang yang tidak mempunyai penyakit) yang membutuhkan.[13]
Perbedaan pendapat yang terjadi antara para ulama
mengenai fakir dan miskin diantaranya
yaitu :
1) Menurut Madzhab Hanafi, orang fakir adalah orang yang
memiliki usaha namun tidak mencukupi untuk keperluan sehari-hari. Sedangkan
orang miskin tidak memiliki mata pencaharian untuk mencukupi keperluan
sehari-hari. Jadi keadaan orang fakir masih lebih baik daripada orang miskin.[14]
2) Imam
Abu Hanifah dan Imam Malik mengatakan bahwa orang miskin adalah orang yang
memiliki harta setengah dari kebutuhan hidupnya atau lebih tetapi tidak
mencukupi.
3) Ibnu Al-Arabi berpendapat sama saja antara fakir dan
miskin yaitu orang yang tidak mempunyai apa-apa. Abu Yusuf pengikut Abu Hanifah
dan Ibnu Qasim pengikut Maliki juga berpendapat demikian.[15]
4) Sementara itu Masdar F. Mas’udi mengatakan bahwa miskin
menunjuk pada orang yang secara ekonomi lebih beruntung daripada si fakir.
Tetapi secara keseluruhan ia tergolong orang-orang yang masih tetap kerepotan
dalam memenuhi kebutuhan hidup kesehariannya.[16]
5)
Waqi, Ibnu Jarir, As’as
dan Hasan berpendapat, “Bahwasanya yang disebut dengan fakir ialah
orang yang tidak punya apa-apa sedangkan ia hanya berpangku tangan dirumahnya,
sedangkan miskin ialah orang yang tidak punya tetapi ia masih berusaha untuk
mencukupi kehidupannya”.
6)
Mujahid, “Fakir ialah orang tidak punya tetapi
ia tidak minta-minta, sedangkan miskin ialah orang tidak punya dan ia
meminta-minta.[17]
7)
Orang fakir ialah orang tidak punya dan ia berhijrah,
sedangkan miskin ialah orang yang tidak punya dan ia tidak berhijrah.
8)
Fakir ialah orang yang tidak mendapatkan apa-apa, atau
hanya mendapatkan sebagian kecil dari kebutuhannya.
9)
Miskin ialah seseorang yang mendapatkan atau bisa
memenuhi sebagian besar dari kebutuhannya, namun tidak mencukupi secara
keseluruhan. Jika ia dapat mencukupi secara kesuluruhan maka ia bisa dikatakan
sebagai orang yang kaya.[18]
Hadis
tentang orang miskin yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah :
عَنْ
اَبِيْ هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَيْسَ اْلمِسْكِيْنُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِيْ يَطُوْفُ عَلَى النَّاسِ
فَتَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ قَالُوا
فَمَا اْلمِسْكِيْنُ يَارَسُولَ اللهِ قَالَ الَّذِيْ لاَ يَجِدُغِنًى يُغْنِيْهِ
وَلاَ يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقَ عَلَيْهِ وَلاَ يَسْأَلُ النَّاسَ شَيْئًا (رواه مسلم)
Artinya
:”Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda : Orang miskin bukanlah
mereka yang berkeliling meminta-minta kepada orang banyak, lalu peminta itu
diberi sesuap dua suap, atau sebutir dua butir kurma.” Para sahabat bertanya :
“kalau begitu seperti apakah orang yang miskin itu?” Beliau menjawab :”orang
miskin sesungguhnya ialah mereka yang tidak memiliki apa-apa untuk menutupi
kebutuhannya, namun keadaannya itu tidak diketahui orang supaya bersedekah
padanya, dan tidak pula meminta-minta ke sana ke mari.”(HR. Muslim)[19]
Demikian
pula apa yang dikatakan Imam Khatabi, hadits ini menunjukkan bahwa arti miskin
yang tampak dan dikenal mereka ialah peminta-minta yang berkeliling. Rasulullah
SAW menghilangkan sebutan miskin bagi orang yang tidak meminta-minta, karena
itu berarti sudah berkecukupan. Maka dengan demikian gugurlah sebutan miskin
itu bagi dirinya. Sedang yang meminta-minta mereka berada dalam garis kebutuhan
dan kemiskinan, dan mereka itu harus diberi bagian.[20]
Jadi,
berdasarkan bunyi hadis diatas dapat dikatakan bahwa orang miskin adalah orang
yang tidak mampu menutupi sebagian kebutuhan hidupnya tetapi ia tenang, tidak
meminta-minta. Sedangkan fakir adalah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya dan ia ketergantungan terhadap pertolongan orang lain.
b.
Kriteria/ Kategori Fakir Miskin
Berdasarkan KEPMENSOS No. 146/HUK/2013[21],
kriteria/ kategori fakir miskin dan orang tidak mampu terdiri dari dua kategori
yaitu fakir miskin dan orang tidak mampu yang teregister dan yang belum
teregister. Fakir miskin dan orang yang tidak mampu yang teregister antara lain
yaitu :
1)
Tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/ atau
mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi
kebutuhan dasar;
2)
Mempunyai pengeluaran sebagian besar digunakan untuk
memenuhi konsumsi makanan pokok dengan sangat sederhana;
3)
Tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk berobat ke
tenaga medis, kecuali Puskesmas atau yang disubsidi Pemerintah;
4)
Tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam satu tahun
untuk setiap anggota rumah tangga;
5)
Mempunyai kemampuan hanya menyekolahkan anaknya sampai
jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama;
6)
Mempunyai dinding rumah terbuat dari bambu/ kayu/ tembok
dengan kondisi tidak baik/ kualitas rendah, termasuk tembok yang sudah usang/
berlumut atau tembok tidak diplester;
7)
Kondisi lantai terbuat dari tanah atau kayu/ semen/
keramik dengan kondisi tidak baik/ kualitas rendah;
8)
Atap terbuat dari ijuk/ rumbia atau genteng/ seng/ asbes
dengan kondisi tidak baik/ kualitas rendah;
9)
Mempunyai penerangan bangunan tempat tinggal bukan dari
listrik atau listrik tanpa meteran;
10) Luas lantai rumah
kecil kurang dari 8 m2 / orang; dan
11) Mempunyai sumber
air minum berasal dari sumur atau mata air tak terlindung/ air sungai/ air
hujan/ lainnya.
Sedangkan fakir miskin dan orang tidak mampu yang belum
teregister terdapat di dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial maupun di luar
Lembaga Kesejahteraan Sosial. Lembaga Kesejahteraan Sosial yang dimaksud
meliputi : Panti Sosial; Rumah Singgah; Rumah Perlindungan Sosial Anak; Lembaga
Perlindungan Sosial Anak; Panti/ Balai Rehabilitasi Sosial; Taman Anak Sejahtera
atau Tempat Penitipan Anak Miskin; Rumah Perlindungan dan Trauma Center, dan
nama lain yang sejenis.
Kemudian bagi fakir miskin dan orang tidak mampu yang
berada di luar Lembaga Kesejahteraan Sosial terdiri atas : Gelandangan;
Pengemis; Perseorangan dari Komunitas Adat Terpencil; Perempuan Rawan Sosial
Ekonomi; Korban tindak Kekerasan; Pekerja Migran Bermasalah Sosial; Masyarakat
Miskin Akibat Bencana Alam; Perseorangan Penerima Manfaat Lembaga Kesejahteraan
Sosial; Penghuni Rumah Tahanan/ Lembaga Pemasyarakatan; Penderita Thallasemia
Mayor; dan Penderita Kejadian Paska Imunisasi (PKPI).
Menurut Edi Suharto terdapat tiga kategori kemiskinan yang menjadi pusat
perhatian pekerjaan sosial[22],
yaitu:
1) Kelompok yang
paling miskin (destitute) atau yang sering
didefinisikan sebagai fakir miskin. Kelompok ini secara absolut memiliki
pendapatan di bawah garis kemiskinan (umumnya tidak memiliki sumber pendapatan
sama sekali) serta tidak memiliki akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
2) Kelompok miskin (poor). Kelompok ini memiliki pendapatan di bawah garis
kemiskinan namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar.
3)
Kelompok rentan (vunerable group).
Kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari kemiskinan, karena memiliki
kehidupan yang relatif lebih baik ketimbang kelompok destitute maupun miskin. Namun sebenarnya kelompok
yang sering disebut “near poor” (agak miskin) ini masih
rentan terhadap berbagai perubahan sosial di sekitarnya. Mereka seringkali
berpindah dari status “rentan” menjadi “miskin” dan bahkan “destitute” bila terjadi krisis ekonomi dan tidak
mendapat pertolongan sosial.
Strategi pekerjaan sosial dalam menanggulangi kemiskinan adalah
peningkatan kemampuan individu dan kelompok dalam menjalankan tugas-tugas
kehidupannya sesuai dengan statusnya.
3.
Upaya Pendampingan kepada Fakir Miskin
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
jumlah penduduk yang sangat banyak, maka diperlukan peningkatan pembangunan
yang dapat menopang kesejahteraan seluruh rakyatnya. Tujuan pembangunan dapat
saja terwujud apabila pemerintah dan masyarakat bersinergi bekerjasama dalam
proses pembangunan. Setiap warganya turut serta dalam proses pembangunan
dimana kita menempatkan manusia
sebagai subyek pembangunan dan menekankan pada pentingnya pemberdayaan (empowerment)
manusia. Sehingga
pembangunan dapat berjalan dengan baik dan program pengentasan kemiskinan dapat
terealisasikan.
Negara memiliki tanggungjawab yang besar terhadap
kesejahteraan rakyatnya sebagaimana termaktub dalam Pasal 34 UU 1945 yang
berbunyi : fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara”.
Selain itu dijelaskan pula lebih terperinci mengenai penanganan fakir miskin
dalam UU No. 13 Tahun 2011 tentang penanganan Fakir Miskin. Pemerintah
bertanggungjawab menangani fakir miskin tidak hanya sebatas kebutuhan sandang
pangan maupun layanan kesehatan lainnya, tetapi negara ikut bertanggung jawab
terhadap perkembangan potensi diri dan pemberdayaan kemampuan atau keterampilan
yang di miliki oleh warganya.
Salah satu upaya dalam program pemberdayaan manusia
Indonesia dengan pengentasan kemiskinan yakni dengan cara pendampingan usaha
produktif fakir miskin yang ada di berbagai daerah di Indonesia misalnya upaya
pemberdayaan masyarakat miskin dengan pembentukan kelompok usaha bersama,
penyaluran dana zakat produktif kepada para mustahiq dan kegiatan sejenis yang
lainnya.
Berikut tahapan strategi yang harus
dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
a.
Membantu
masyarakat dalam menemukan masalahnya.
b.
Melakukan
analisis (kajian) terhadap permasalahan tersebut secara partisipatif. Kegiatan
ini biasanya dilakukan dengan cara curah pendapat, membentuk kelompok-kelompok
diskusi, dan mengadakan pertemuan warga secara periodic (terus-menerus).
c.
Menentukan skala
prioritas setiap masalah dalam arti
memilih dan memilah masalah yang paling mendesak untuk di selesaikan.
d.
Mencari
penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, antara lain dengan pendekatan
sosio-kultural yang ada dalam masyarakat.
e.
Melaksanakan
tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
f.
Mengevaluasi
seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk dinilai sejauh mana
keberhasilan dan kegagalannya.[23]
Adapun tahapan upaya pemberdayaan fakir miskin terhadap
pengembangan usahanya antara lain dapat dilakukan dengan :
a.
Pendampingan dan pemotivasian. Upaya pendampingan ini
merupakan salah satu strategi pemerintah untuk memantau sejauh mana usaha yang
dibangun bersama rakyat/ fakir miskin tersebut berkembang. Hal ini dimanfaatkan
pula untuk memberikan motivasi untuk terus berusaha mengembangkan usahanya.
Pendampingan sosial ini terdapat empat fungsi yakni :
1)
Pemungkinan atau fasilitasi,
2)
Penguatan (empowering),
3)
Perlindungan (Protecting), dan
4)
Pendukungan (Supporting).
b.
Pembinaan. Pada tahap ini pemerintah memberikan
pembinaan/ pemberian bekal ilmu pada waktu tertentu dengan mendatangkan
narasumber yang berkompenten terkait usaha yang sedang mereka kembangkan.
c.
Pelatihan. Tahap ini dilakukan untuk memberikan ilmu
tambahan bagi para peserta maupun masyarakat sekitarnya.
C.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan pada pembahasan sebelumnya, penulis
dapat menarik kesimpulan antara lain yaitu :
1.
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan sebelumnya,
menurut pemakalah usaha produktif yang lebih baik diterapkan oleh fakir miskin
mengingat yakni jenis usaha agraris seperti berternak, bertani, bercocok tanam
dengan media yang ada, jasa angkutan, berniaga dengan pertimbangan menyesuaikan
keadaan.
2.
Bentuk upaya pendampingan fakir miskin dengan memberikan
motivasi, arahan, diantaranya dengan upaya pemungkinan atau fasilitasi, memberikan
penguatan (empowering), perlindungan (Protecting), dan
Pendukungan (Supporting). Setelah itu diberikan pembinaan, dan
pelatihan terkait usaha yang mereka laksanakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ash Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi, Pedoman
Zakat, Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2006
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Semarang, CV. Toha Putra, 1995
F. Mas’udi, Masdar, Menggagas Ulang Zakat, Bandung, Mizan, 2005
Gazalba, Sidi Ilmu Islam2: Asas Agama Islam, cet 2,
Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1985
Hadis Shahih Muslim No. 1722. Ensiklopedi Hadits
9 Imam, www. dar-us-salam.com, addararu tsaniyah. Android Version
Hasan, M. Ali, Zakat dan Infaq, Jakarta, Kencana, 2006
Huraerah, Abu, Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat.
Model Dan Strategi Pembangunan Berbasis Masyarakat. Bandung : Humaniora, Penerbit Buku Pendidikan – Anggota
IKAPI. 2008.
Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wiliil Ayil Qur’an Tafsir Tobari oleh
Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir At-Tobari jilid 5 hal 4021. Dar As-Salam. Lihat
di https://ahmadbinhanbal.wordpress.com/2010/07/27/tafsir-qs-at-taubah-60/
Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Online
Version), oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud ( Pusat
Bahasa), http://kbbi.web.id/usaha
Lihat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia
Nomor : 146/HUK/2013 (online version) https://www.slideshare.net/IdnJournal/kepmensos-no-146-tahun-2013
K. Berten, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Kansisius, 2000
Mas’ud, Muh. Ridwan, Zakat dan Kemiskinan, Instrumen
Pemberdayaan Ekonomi Umat, Yogyakarta: UII Press, 2005
Qardhawi, Yusuf, Hukum Zakat, Jakarta: Lintera
Internusa, 2002
----------------------, Kiat Islam
Mengentaskan Kemiskinan, Jakarta: Gema
Insani Press, 1995
Rahman, Fazlur, Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta, Dana Bakti
Wakaf, 2009
Suharto, Edi, Membangun Masyarakat dan Pemberdayaan Rakyat, PT.
Refika Aditama, Bandung, 2006
Suma, Muhammad Amin, Tafsir Ayat Ekonomi. Cet. Pertama, Jakarta: Amzah. 2013.
Yafie, Ali, Menggagas Fiqh Sosial:
dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga Ukhuwah, Bandung: Mizan, 1995
[1] Lihat Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Online Version), oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud ( Pusat
Bahasa), http://kbbi.web.id/usaha diakses 30 Oktober 2017
[4]
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah
Al-Qur’an, Semarang, CV. Toha Putra, 1995, h. 564
[6] Op.Cit., https://kbbi.web.id/produktif
[8]
Ali
Yafie, Menggagas Fiqh Sosial: dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga
Ukhuwah, Bandung: Mizan, 1995, h. 163.
[10]Yusuf Qardhawi,
Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, Jakarta: Gema Insani Press, 1995,
cet. 1, h. 115.
[17]
.Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wiliil
Ayil Qur’an Tafsir Tobari oleh Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir At-Tobari jilid 5
hal 4021. Dar As-Salam. Lihat
di https://ahmadbinhanbal.wordpress.com/2010/07/27/tafsir-qs-at-taubah-60/
[18]
Taisir Karim Ar-Rahman fi Tafsir Al-Kalamil
Manan oleh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’di, hal 341 Muasasah Risalah. Lihat di
https://ahmadbinhanbal.wordpress.com/2010/07/27/tafsir-qs-at-taubah-60/
[19] Hadis Shahih
Muslim No. 1722. Ensiklopedi Hadits 9 Imam, www. dar-us-salam.com,
addararu tsaniyah. Android Version
[21]
Lihat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 146/HUK/2013 (online
version) https://www.slideshare.net/IdnJournal/kepmensos-no-146-tahun-2013
diakses 30 Oktober 2017.
[22] Edi Suharto, Membangun
Masyarakat dan Pemberdayaan
Rakyat, PT.
Refika Aditama, Bandung, 2006, h.
148-149
[23] Abu Huraerah, Pengorganisasian Dan Pengembangan
Masyarakat. Model Dan Strategi Pembangunan Berbasis Masyarakat. Bandung : Humaniora, Penerbit
Buku Pendidikan – Anggota IKAPI. 2008.h.
88
No comments:
Post a Comment